*The youngster's dream is the future Korea*
Itulah slogan yang berulang kali didengungkan di salah satu reality show populer di Korea bertajuk Miracle, sebuah acara yang sukses melambung dengan nama Super Junior di belakangnya. Dari ke-13 member Super Junior, 5 diantaranya muncul di acara ini sebagai pemandu, yakni Leeteuk, Kangin, Eunhyuk, Shindong, dan Sungmin (saya tidak tahu persis apakah acara ini masih ada hingga sekarang, karena yang saya tonton sudah edisi lama sebelum Kangin masuk wajib militer).
Saya tidak ingin membahas bagaimana tingkah polah Super Junior disini, bagaimana mereka mampu membawa pemirsa acara ini tertawa tergelak-gelak melihat kelakuan kocak mereka, atau bagaimana mereka bersama-sama memperjuangkan sesuatu hingga berhasil dan terhanyut dalam sebuah perasaan mengharu biru. Namun tidak saya pungkiri juga, Korea pasti bangga mempunyai Super Junior, yang di kala memiliki popularitas sangat tinggi tetap rendah hati dan tidak lupa pada sekitarnya, hingga membuat sebuah program seperti Miracle ini.
Jadi, di Miracle ini Super Junior akan mencari 2 orang muda yang mempunyai mimpi, cita-cita dan keinginan untuk maju, namun terhambat oleh beberapa keadaan. Di beberapa episode yang saya tonton, hambatan itu mayoritas datang dari keluarga, entah itu dalam hal ekonomi, psikologis (keluarga broken home) atau lingkungan sekitar tempat tinggal yang tidak kondusif dan memungkinkan untuk berkembang. Lalu, dengan melihat kompetensi yang ada pada anak-anak muda itu, Super Junior akan mencarikan mentor yang sanggup dan sesuai untuk membimbing mereka. Tidak jarang Super Junior memilih mentor dari kalangan public figure, yang saya lihat mereka pernah menunjuk seorang desainer kondang, pianis terkenal Yiruma, seorang reporter nasional, seorang jaksa wilayah, hingga anggota parlemen dan Menteri Urusan Kesehatan, Kesejahteraan dan Keluarga.
Super Junior lalu akan mempertemukan anak-anak muda berbakat dan bercita-cita itu dengan para mentor. Dari situlah kemudian para mentor akan memberikan arahan, nasihat dan bimbingan untuk memotivasi anak-anak muda itu agar terus gigih mengejar cita-cita mereka.
Hmmm..di awal acara mungkin kita masih tertawa-tawa melihat polah kocak Super Junior, namun ketika sudah sampai di ujungnya, waaah terharu luar biasa. Ya terharu sama anak-anak mudanya, plus kagum dengan cara Super Junior membagi cinta dan kepedulian setelah mereka menerima begitu banyak dukungan dari fans. Dan di atas semua itu, saya pribadi sangat tergugah dengan kesanggupan para public figure, yang di tengah padatnya aktivitas dan kesibukan masih bersedia untuk menjadi mentor bagi anak-anak muda "biasa".
Dengan menulis ini bukan berarti saya begitu "mendewakan" segala sesuatu tentang Korea, hanya ingin berbagi, andai saja orang-orang yang kini sudah menjadi hebat bersedia menengokkan kepalanya sejenak ke sekeliling mereka, lalu dengan penuh kesungguhan memberikan dorongan dan arahan bagi kaum muda yang memiliki harapan dan cita-cita namun menghadapi begitu banyak rintangan dalam perjalanan hidupnya. Saya yakin, anak-anak muda itu akan berterima kasih, meski hanya sekedar perhatian dan dorongan sekecil apapun. Ingat saudara-saudari, seorang Soekarno tidak akan mampu melahirkan konsep nasakom tanpa ia tahu dan dekat dengan seorang HOS Tjokroaminoto. Tak ada seseorang yang sukses tanpa figur seorang "guru" di belakangnya.
Jadi, marilah kita belajar dari Miracle, untuk selalu berbagi kebahagiaan, selalu memberikan dorongan dan semangat bagi sekeliling kita agar kita semua maju bersama-sama dalam kebaikan. Dan bagi Anda yang telah lebih hebat dari kami, kami mohon janganlah merasa berat berbagi ilmu, janganlah merasa berat untuk mendampingi kami dalam meraih harapan-harapan kami, kami tahu Anda pun mempunyai harapan pribadi, namun tidakkah Anda ingin sekeliling Anda berkembang bersama? Mimpi anak muda, adalah masa depan Indonesia (hehe, nyontek banget, maafin ya).
*Terima kasih untuk Bapak dosen pembimbing saya yang terhormat, yang tanpa saya sadari, Bapak telah mendorong saya untuk terus berusaha keras, mencari dan menemukan sesuatu. Maafkan saya yang masih tertatih-tatih memenuhi harapan Bapak. Janji saya, saya akan terus berusaha lebih baik lagi. Insyaallah, amin.
Thursday, 28 October 2010
Wednesday, 27 October 2010
Untuk Sang Juru Kunci yang Telah Pergi
"Pokoke roso!!!"
Itulah yang sering kita dengar terlantun dari bibir Sang Juru Kunci gunung elok nan menghanyutkan, di layar televisi. Seseorang yang telah sepuh, yang menjadi abdi kepercayaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk "menjaga" Merapi. Dialah mbah Maridjan, yang pagi ini muncul kembali di layar televisi, sebagai salah satu korban yang dipanggil Tuhan lantaran sekitar pada pukul 17.30 Selasa 26 Oktober lalu Merapi memuntahkan isi perutnya.
Terkisah, Mas Penewu Suraksohargo, yang kemudian lebih kita kenal sebagai mbah Maridjan, lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta pada tahun1927. Mbah Maridjan memiliki seorang istri bernama Ponirah, dan dikaruniai 10 orang anak (5 diantaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.
Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1970, dan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci berpangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi sang ayah yang saat itu menjabat sebagai juru kunci Merapi. Pada saat menjadi wakil juru kunci, mbah Maridjan sering mewakili ayahnya memimpin ritual labuhan di puncak Merapi. Lalu pada tahun 1982, ketika sang ayah wafat, mbah Maridjan pun melanjutkan tugas sang ayah menjadi juru kunci.
Sebenarnya, tidak ada hubungan khusus antara saya dengan mbah Maridjan. Namun, hanya dengan melihat sosoknya yang telah renta, entah mengapa seperti ada getaran tertentu yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Saya pikir, mungkin karena sosok mbah Maridjan mengingatkan saya pada alm. kakek saya. Dalam keseharian mereka sama-sama mengenakan baju batik, berpeci hitam, dan sama-sama sudah sepuh. Terlebih lagi, kakek saya dulu tinggal di Magelang, tidak jauh dari Merapi, dan pernah mengalami langsung letusan Merapi sekitar tahun 1930-an.
Merapi memang sudah terkenal di dunia sebagai salah satu gunung yang aktif. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar setiap 10-15 tahun. Merapi sempat membuat geger seluruh negeri di tahun 2006 dengan adanya gempa susul-menyusul dan gejala deformasi, hingga kemudian benar-benar meletus pada 15 Mei 2006. Hujan abu vulkanik dan awan panas (tenar dengan sebutan wedhus gembel) kemudian melanda Magelang, Sleman, dan sekitarnya.
Kini, di tahun 2010 Merapi kembali "batuk", dimulai dari naiknya status dari Normal menjadi Waspada pada akhir September lalu. Tanggal 21 Oktober status kembali dinaikkan menjadi Siaga. Puncaknya, pada 25 Oktober Merapi dinyatakan Awas. Sejak hari itu warga mulai panik, segala macam persiapan dilakukan demi mengantisipasi keadaan yang lebih buruk.
Hanya selang sehari, Merapi benar-benar memuntahkan muatannya. Selasa 26 Oktober 2010, dimulai pukul 17.02 Merapi mulai mengeluarkan awan panas setinggi 1.5 meter, mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Erupsi terjadi kembali sekitar pukul 17.23, ditandai dengan bunyi dentuman keras dan membubungnya asap hitam tebal dan awan panas setinggi 1.5 kilometer. Hujan abu pun turun hingga melebihi batas aman bencana, bahkan masyarakat yang berada lebih dari 20 kilometer pun mengalaminya.
Semalaman saya ikut panik lantaran rumah Pakdhe saya pun berada di Magelang, dan belum ada satupun keluarga yang mengetahui keadaannya. Dari jejaring twitter saya berupaya untuk terus mengetahui perkembangan yang terjadi, termasuk tentang keberadaan mbah Maridjan yang hingga saya berangkat tidur masih simpang siur. Esoknya, saya bersyukur karena Pakdhe dan seluruh keluarga, juga teman-teman saya yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya baik-baik saja. Namun, justru yang tak disangka, mbah Maridjan menjadi salah satu korban yang tewas akibat awan panas Merapi.
Ya, sang juru kunci telah meninggalkan dunia fana ini menghadap Tuhannya. Ditemukan oleh tim SAR dalam keadaan sedang bersujud, sungguh makin membuat saya tergetar. Memang tidak ada ikatan dan kedekatan tertentu, namun baiklah dalam hubungan sebagai sesama makhluk Yang Mahakuasa, saya ingin mengantarkan mbah Maridjan.
Selamat jalan, mbah Maridjan.
Semoga seluruh amalanmu diterima oleh Yang Maha Agung, dan loyalitas serta integritasmu dalam memberikan pengabdian memberikan arti, meninggalkan bekas dalam kehidupan kami. Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan perlindungan dan rahmat kepadamu. Amin.
Itulah yang sering kita dengar terlantun dari bibir Sang Juru Kunci gunung elok nan menghanyutkan, di layar televisi. Seseorang yang telah sepuh, yang menjadi abdi kepercayaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk "menjaga" Merapi. Dialah mbah Maridjan, yang pagi ini muncul kembali di layar televisi, sebagai salah satu korban yang dipanggil Tuhan lantaran sekitar pada pukul 17.30 Selasa 26 Oktober lalu Merapi memuntahkan isi perutnya.
Terkisah, Mas Penewu Suraksohargo, yang kemudian lebih kita kenal sebagai mbah Maridjan, lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta pada tahun1927. Mbah Maridjan memiliki seorang istri bernama Ponirah, dan dikaruniai 10 orang anak (5 diantaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.
Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1970, dan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci berpangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi sang ayah yang saat itu menjabat sebagai juru kunci Merapi. Pada saat menjadi wakil juru kunci, mbah Maridjan sering mewakili ayahnya memimpin ritual labuhan di puncak Merapi. Lalu pada tahun 1982, ketika sang ayah wafat, mbah Maridjan pun melanjutkan tugas sang ayah menjadi juru kunci.
Sebenarnya, tidak ada hubungan khusus antara saya dengan mbah Maridjan. Namun, hanya dengan melihat sosoknya yang telah renta, entah mengapa seperti ada getaran tertentu yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Saya pikir, mungkin karena sosok mbah Maridjan mengingatkan saya pada alm. kakek saya. Dalam keseharian mereka sama-sama mengenakan baju batik, berpeci hitam, dan sama-sama sudah sepuh. Terlebih lagi, kakek saya dulu tinggal di Magelang, tidak jauh dari Merapi, dan pernah mengalami langsung letusan Merapi sekitar tahun 1930-an.
Merapi memang sudah terkenal di dunia sebagai salah satu gunung yang aktif. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar setiap 10-15 tahun. Merapi sempat membuat geger seluruh negeri di tahun 2006 dengan adanya gempa susul-menyusul dan gejala deformasi, hingga kemudian benar-benar meletus pada 15 Mei 2006. Hujan abu vulkanik dan awan panas (tenar dengan sebutan wedhus gembel) kemudian melanda Magelang, Sleman, dan sekitarnya.
Kini, di tahun 2010 Merapi kembali "batuk", dimulai dari naiknya status dari Normal menjadi Waspada pada akhir September lalu. Tanggal 21 Oktober status kembali dinaikkan menjadi Siaga. Puncaknya, pada 25 Oktober Merapi dinyatakan Awas. Sejak hari itu warga mulai panik, segala macam persiapan dilakukan demi mengantisipasi keadaan yang lebih buruk.
Hanya selang sehari, Merapi benar-benar memuntahkan muatannya. Selasa 26 Oktober 2010, dimulai pukul 17.02 Merapi mulai mengeluarkan awan panas setinggi 1.5 meter, mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Erupsi terjadi kembali sekitar pukul 17.23, ditandai dengan bunyi dentuman keras dan membubungnya asap hitam tebal dan awan panas setinggi 1.5 kilometer. Hujan abu pun turun hingga melebihi batas aman bencana, bahkan masyarakat yang berada lebih dari 20 kilometer pun mengalaminya.
Semalaman saya ikut panik lantaran rumah Pakdhe saya pun berada di Magelang, dan belum ada satupun keluarga yang mengetahui keadaannya. Dari jejaring twitter saya berupaya untuk terus mengetahui perkembangan yang terjadi, termasuk tentang keberadaan mbah Maridjan yang hingga saya berangkat tidur masih simpang siur. Esoknya, saya bersyukur karena Pakdhe dan seluruh keluarga, juga teman-teman saya yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya baik-baik saja. Namun, justru yang tak disangka, mbah Maridjan menjadi salah satu korban yang tewas akibat awan panas Merapi.
Ya, sang juru kunci telah meninggalkan dunia fana ini menghadap Tuhannya. Ditemukan oleh tim SAR dalam keadaan sedang bersujud, sungguh makin membuat saya tergetar. Memang tidak ada ikatan dan kedekatan tertentu, namun baiklah dalam hubungan sebagai sesama makhluk Yang Mahakuasa, saya ingin mengantarkan mbah Maridjan.
Selamat jalan, mbah Maridjan.
Semoga seluruh amalanmu diterima oleh Yang Maha Agung, dan loyalitas serta integritasmu dalam memberikan pengabdian memberikan arti, meninggalkan bekas dalam kehidupan kami. Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan perlindungan dan rahmat kepadamu. Amin.
Thursday, 14 October 2010
This is a Story About the First Female President of Republic of Korea
Akhirnyaaa...setelah menunggu sejak hari pertama bulan ini, keluar juga beritanya. Yup, drama baru besutan sutradara Oh Jong-rok (yang juga menjadi sutradara Style) ini mulai dirilis di negeri asalnya pada tanggal 6 Oktober lalu di stasiun TV SBS. Stasiun ini cukup terkenal dengan kuantitas dramanya yang seabreg, beberapa sudah tayang dan menggema juga di Indonesia. Sebut saja Brilliant Legacy, Stairway to Heaven, Memories of Bali, Style, dan yang belum lama (kayanya masih sampai sekarang juga deh) menyihir pecinta drama Korea, You're Beautiful. Tadinya saya mau mengabsen semua drama yang diputar di SBS, tapi nggak jadi ah, kebanyakan.
Dengan mengambil judul DAEMUL, yang bisa diartikan sebagai "Big Things", drama ini juga dikenal orang dengan "The President" atau "The Substitute".
Drama ini merupakan remake dari sebuah kartun berjudul sama karangan Park In-kwon. Bercerita tentang kisah seorang presiden wanita pertama di Korea yang dulunya berlatar belakang sebagai anchor, juga aktivis hak asasi manusia.
Di Korea sendiri saat ini, Daemul cukup sukses menarik minat viewer dengan mengantongi 21.5% rating di episode pertamanya. Sukses ini bahkan mampu mengungguli drama lain yang juga bisa dikatakan cukup oke, seperti Mischievous Kiss-nya Kim Hyun Jung, bahkan juga drama barunya Rain-The Fugitive Plan B. Bagi saya sendiri yang baru menonton episode 1 kemarin, kesan pertama sungguh luar biasa. Sepanjang drama diputar saya tidak berhenti berpikir, andai saja semua presiden seperti tokoh utama drama ini, alangkah indahnya dunia (khususnya Presiden Republik Indonesia ya, hehehe). Bagaimana tidak, ketika ada rakyatnya yang tak terduga melanggar batas dengan negara orang karena kapal selamnya tertabrak karang saja, sang presiden sampai merelakan dirinya menjadi "sandera" demi menyelamatkan mereka dan mencegah negara dari perang. (Well, saya nggak belajar diplomasi sih ya, jadi tolong maklumi komentar yang seada-adanya ini.)
Tapi sayang sekali dramanya baru mulai, karena itu tentu saja belum beredar di Indonesia tercinta ini. Saya sendiri menonton lewat beberapa situs internet yang kadang juga nggak terlalu update, belum lagi subtitle-nya yang lamaaa banget, harus super sabar nih kayanya. Menurut hancinema.net, drama ini akan dibuat sebanyak 26 episode dan ditayangkan setiap Rabu dan Kamis pukul 21.55. Sayang nggak sampai nih sinyal SBS ke tempat saya (padahal kalau sampai juga nggak bakalan ngerti, lha wong bahasanya saya nggak bisa kok). Ya sudahlah, yang suka drama ini mari kita bersabar bersama-sama saja deh...
THE CAST
Inilah dia Sang Presiden, Seo Hye-rim, yang dimainkan oleh Ko Hyun Jung. Awalnya dia adalah seorang anchor sebuah stasiun TV, namun kemudian dipecat karena melakukan protes atas kematian suaminya yang merupakan seorang reporter khusus daerah konflik di Afghanistan. Menurutnya, negara tidak bisa melindungi warganya, bahkan ketika warganya itu sedang berada dalam persimpangan hidup dan mati. Menurut sang sutradara, karakter Presiden Seo ini sebenarnya adalah sebuah gambaran harapan masyarakat luas tentang seorang presiden yang ideal bagi mereka.
Nah, kalau ini adalah Ha Do Ya, diperankan oleh Kwon Sang Woo.
Seorang prosecutor yang kelak akan sangat memberikan dukungan kepada Seo Hye-rim. Sewaktu masih sekolah, Do Ya tidak suka belajar sama sekali. Namun ketika ayahnya dipaksa untuk menjilat sepatu seorang pejabat lantaran Do Ya dan anak pejabat itu berkelahi, dia berubah. Dia kemudian bercita-cita untuk menjadi seorang penegak hukum yang berani menindak pejabat sehebat apapun. Di kemudian hari itu memang dia buktikan (walaupun kelakuannya kadang tetep nyebelin dan terkesan main-main). Sebenarnya Ha Do Ya sudah menaruh hati sama Seo Hye-rim sejak pertama kali ketemu, makanya waktu tahu Seo sudah menikah dan punya anak, dia sempat patah hati. Tapi kemudian dia tetap mendukung Seo kok, termasuk ketika Seo berjuang menuju kursi Republik Korea-1.
Kang Tae-san, diperankan oleh Cha In Pyo.
Orang ini adalah salah seorang anggota Congressman yang menjadi rival Seo lahir batin. Ya gimana nggak jadi rival, Kang Tae-san ini adalah salah satu anggota partai yang sedang berkuasa dan menjadi salah satu kandidat kuat pada pemilihan presiden. Ketika muncul Seo yang merupakan representasi dari aktivis, orang yang istilahnya nggak ada dasar politik dan pemerintahan sama sekali untuk menjadi presiden, kesempatannya jadi berkurang dong. Di episode 1 yang baru saya tonton, Kang Tae-san ini sepertinya memang pejabat yang sangat berpengaruh, pintar pula. Orang ini juga yang ketika Presiden Seo berdiplomasi dengan China soal kapal selam yang melanggar batas negara, bersikap sangat offensive bahkan sampai-sampai mau melakukan impeachment terhadap Seo.
Onnie yang satu ini adalah Lee So-kyeong, berperan sebagai Jang Se-jin.
Belum banyak yang bisa saya ceritakan tentang orang satu ini, karena pemunculannya di episode 1 masih sangat sedikit. Saya bahkan belum tahu Jang Se-jin ini disini jadi apa, profesinya maksud saya. Tapi menurut hancinema.net, dia adalah seorang kurator wanita. Di sebuah sumber ada yang mengatakan "overseas career woman". Digambarkan bahwa dia merupakan sosok wanita yang sangat memiliki cita rasa seni, bahkan menggunakan seni untuk bernegosiasi (maksudnya?), juga seksi, bijak, namun arogan. Kita lihat saja nanti sejauh mana Jang Se-jin mempengaruhi perjalanan Seo Hye-rim, Ha Do-ya dan Kang Tae-san.
Oke deh, saudara-saudari sekalian. Cukup segini dulu ya infonya, karena nontonnya juga baru mulai, kalau di tengah perjalanan ada yang menarik akan saya tulis lagi.
Dengan mengambil judul DAEMUL, yang bisa diartikan sebagai "Big Things", drama ini juga dikenal orang dengan "The President" atau "The Substitute".
Drama ini merupakan remake dari sebuah kartun berjudul sama karangan Park In-kwon. Bercerita tentang kisah seorang presiden wanita pertama di Korea yang dulunya berlatar belakang sebagai anchor, juga aktivis hak asasi manusia.
Di Korea sendiri saat ini, Daemul cukup sukses menarik minat viewer dengan mengantongi 21.5% rating di episode pertamanya. Sukses ini bahkan mampu mengungguli drama lain yang juga bisa dikatakan cukup oke, seperti Mischievous Kiss-nya Kim Hyun Jung, bahkan juga drama barunya Rain-The Fugitive Plan B. Bagi saya sendiri yang baru menonton episode 1 kemarin, kesan pertama sungguh luar biasa. Sepanjang drama diputar saya tidak berhenti berpikir, andai saja semua presiden seperti tokoh utama drama ini, alangkah indahnya dunia (khususnya Presiden Republik Indonesia ya, hehehe). Bagaimana tidak, ketika ada rakyatnya yang tak terduga melanggar batas dengan negara orang karena kapal selamnya tertabrak karang saja, sang presiden sampai merelakan dirinya menjadi "sandera" demi menyelamatkan mereka dan mencegah negara dari perang. (Well, saya nggak belajar diplomasi sih ya, jadi tolong maklumi komentar yang seada-adanya ini.)
Tapi sayang sekali dramanya baru mulai, karena itu tentu saja belum beredar di Indonesia tercinta ini. Saya sendiri menonton lewat beberapa situs internet yang kadang juga nggak terlalu update, belum lagi subtitle-nya yang lamaaa banget, harus super sabar nih kayanya. Menurut hancinema.net, drama ini akan dibuat sebanyak 26 episode dan ditayangkan setiap Rabu dan Kamis pukul 21.55. Sayang nggak sampai nih sinyal SBS ke tempat saya (padahal kalau sampai juga nggak bakalan ngerti, lha wong bahasanya saya nggak bisa kok). Ya sudahlah, yang suka drama ini mari kita bersabar bersama-sama saja deh...
THE CAST
Inilah dia Sang Presiden, Seo Hye-rim, yang dimainkan oleh Ko Hyun Jung. Awalnya dia adalah seorang anchor sebuah stasiun TV, namun kemudian dipecat karena melakukan protes atas kematian suaminya yang merupakan seorang reporter khusus daerah konflik di Afghanistan. Menurutnya, negara tidak bisa melindungi warganya, bahkan ketika warganya itu sedang berada dalam persimpangan hidup dan mati. Menurut sang sutradara, karakter Presiden Seo ini sebenarnya adalah sebuah gambaran harapan masyarakat luas tentang seorang presiden yang ideal bagi mereka.
Nah, kalau ini adalah Ha Do Ya, diperankan oleh Kwon Sang Woo.
Seorang prosecutor yang kelak akan sangat memberikan dukungan kepada Seo Hye-rim. Sewaktu masih sekolah, Do Ya tidak suka belajar sama sekali. Namun ketika ayahnya dipaksa untuk menjilat sepatu seorang pejabat lantaran Do Ya dan anak pejabat itu berkelahi, dia berubah. Dia kemudian bercita-cita untuk menjadi seorang penegak hukum yang berani menindak pejabat sehebat apapun. Di kemudian hari itu memang dia buktikan (walaupun kelakuannya kadang tetep nyebelin dan terkesan main-main). Sebenarnya Ha Do Ya sudah menaruh hati sama Seo Hye-rim sejak pertama kali ketemu, makanya waktu tahu Seo sudah menikah dan punya anak, dia sempat patah hati. Tapi kemudian dia tetap mendukung Seo kok, termasuk ketika Seo berjuang menuju kursi Republik Korea-1.
Kang Tae-san, diperankan oleh Cha In Pyo.
Orang ini adalah salah seorang anggota Congressman yang menjadi rival Seo lahir batin. Ya gimana nggak jadi rival, Kang Tae-san ini adalah salah satu anggota partai yang sedang berkuasa dan menjadi salah satu kandidat kuat pada pemilihan presiden. Ketika muncul Seo yang merupakan representasi dari aktivis, orang yang istilahnya nggak ada dasar politik dan pemerintahan sama sekali untuk menjadi presiden, kesempatannya jadi berkurang dong. Di episode 1 yang baru saya tonton, Kang Tae-san ini sepertinya memang pejabat yang sangat berpengaruh, pintar pula. Orang ini juga yang ketika Presiden Seo berdiplomasi dengan China soal kapal selam yang melanggar batas negara, bersikap sangat offensive bahkan sampai-sampai mau melakukan impeachment terhadap Seo.
Onnie yang satu ini adalah Lee So-kyeong, berperan sebagai Jang Se-jin.
Belum banyak yang bisa saya ceritakan tentang orang satu ini, karena pemunculannya di episode 1 masih sangat sedikit. Saya bahkan belum tahu Jang Se-jin ini disini jadi apa, profesinya maksud saya. Tapi menurut hancinema.net, dia adalah seorang kurator wanita. Di sebuah sumber ada yang mengatakan "overseas career woman". Digambarkan bahwa dia merupakan sosok wanita yang sangat memiliki cita rasa seni, bahkan menggunakan seni untuk bernegosiasi (maksudnya?), juga seksi, bijak, namun arogan. Kita lihat saja nanti sejauh mana Jang Se-jin mempengaruhi perjalanan Seo Hye-rim, Ha Do-ya dan Kang Tae-san.
Oke deh, saudara-saudari sekalian. Cukup segini dulu ya infonya, karena nontonnya juga baru mulai, kalau di tengah perjalanan ada yang menarik akan saya tulis lagi.
Subscribe to:
Posts (Atom)