Saturday 24 July 2010

the Red Public Telephone Box

Tidak ada alasan khusus untuk posting gambar-gambar di bawah. Hanya tiba-tiba saya merasa attracted saja sama the red box public phone. Gara-gara nonton Harry Potter, saya kira. Kalau nggak salah di seri yang ke-5, waktu Sirius Black mati. Yang saya ingat Potter mengeluarkan mantra Patronus Charm di depan muggle. Jadilah dia disidang sama Kementerian Sihir.
Nah, waktu itulah Potter sama Mr. Weasley makai red box public phone buat masuk ke Kementerian, soalnya Potter terhitung guest, jadi tidak boleh masuk lewat jaringan Floo.
Harry Potter, salah satu film yang menemani pertumbuhan saya. Ya iya dong, bayangkan, di otak saya sudah ada Harry Potter sejak dari SMP. Tapi, masih kalah sih kalau dibandingkan sama Doraemon dan Meitantei Conan. Salut buat orang-orang yang ada di balik mereka, bisa membuat karya yang everlasting.

Pertanyaannya, bisa nggak ya saya mengikuti jejak mereka???










*semua gambar diperoleh dari internet

Tetapi saudara-saudara, ternyata eh ternyata red public phone box ini memang menjadi salah satu ikonnya UK lho. Didesain oleh Sir Giles Gilbert Scott, red box tidak hanya ditempatkan di jalan-jalan atau kios, tapi juga di hotel dan toko-toko besar. Desain demi desain diluncurkan, dari generasi ke generasi juga diperbaiki, dari yang mirip kios, kantor pos atau desain yang lebih ekonomis. Tapi kemudian, jadilah dia seperti yang sekarang.

Hmmm...semakin ingin menjejakkan kaki di Inggris nih. *Note: sejak dulu negara destinasi yang ingin sekali saya kunjungi tidak lain Inggris dan Korea. Ke Korsel sudah, Inggris kapan???

Tuesday 20 July 2010

H.I.T.; Menonton Sepak Terjang Polisi Korea

"There are 4 kinds of people who become detectives,
First, someone who has a knack for the work and had a strong sense of justice since they were young,
Second, person who grew up with a cop in the family,
Third, person who is physically able and strong, and thinks that being a cop would be a good way to make a stable living,
Fourth, person who's had someone close to them be victimized.
If you are the fourth, don't do that.
You'll just make you and the people around you suffer.
You'll ruin your life as well as the live of others.
Just forget about it, and live well."



Belum lama ini saya menyelesaikan sebuah drama yang sebenarnya sudah agak lama. H.I.T, kependekan dari Homicide Investigation Team. Mulai diputar di MBC sejak Maret sampai Mei 2007, drama ini ditayangkan sepanjang 20 episode. Berkisah tentang sepak terjang sebuah tim kepolisian yang khusus menangani masalah kejahatan tindak kekerasan. H.I.T. pada awalnya dibentuk sebagai sebuah tim baru akibat maraknya tindak kekerasan yang sangat meresahkan masyarakat. Dalam perjalanannya, H.I.T. banyak dihadapkan dengan kasus pencurian, penyelundupan obat terlarang, transaksi ilegal, dan yang paling heboh adalah kasus pembunuhan berantai yang memakan banyak korban. (Baru pertama kali ini saya selesai menonton drama thriller-misteri sampai tuntas, biasanya berhenti di tengah jalan, kalau nggak bosan ya sudah ketakutan duluan.)

A series about professionals
Kebanyakan drama menggunakan profesi semata-mata sebagai latar dari tokoh tertentu. Profesi hanya dimunculkan sebagai upaya mempertajam karakter si tokoh. Dalam H.I.T. profesi justru memegang peranan penting secara keseluruhan dan hampir di tiap episode. Tentu saja sebagian besar mengacu pada suka duka para tokoh sebagai polisi. Ada prosecutor disini, namun sisi profesinya tidak terlalu tajam.

A story of a team
Saya belajar banyak hal tentang manajemen tim yang efektif disini. Betapa sang leader harus membuat kalkulasi yang tepat agar tugas yang begitu berat dan banyak bisa selesai meski hanya dengan sedikit orang. Saya juga memahami, ketika seseorang telah menjadi pemimpin di kelompoknya, bukan berarti ia dapat berlaku seenaknya. Dia justru harus bekerja lebih keras dibanding anak buahnya, setia dan loyal, serta menyelami setiap kondisi mereka. Menjadi pemimpin adalah bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.

A series that challenges the stereotype
Di negara manapun, selalu ada anggapan bahwa polisi, jaksa, atau profesi lainnya yang berhubungan dengan hukum identik dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam drama ini muncul sebaliknya, bahwa ada juga polisi yang benar-benar setia mengabdi untuk rakyat. Ada juga bagian yang memperlihatkan ketika salah satu jaksa "dibeli" oleh para pengusaha untuk melicinkan perkara mereka, diseimbangkan dengan jaksa yang jujur, berani, yang pada akhirnya memunculkan kebenaran sebagai pemenangnya. Hal yang lain berkaitan dengan stereotype adalah bahwa detektif khusus kriminal tindak kekerasan tidak selalu hanya laki-laki. Ini terlihat dari sebuah tim yang semua anggotanya laki-laki tapi dipimpin oleh seorang perempuan.

A constant roller-coaster ride
Tidak ada yang lebih menegangkan dalam drama ini selain satu demi satu kasus kriminal yang muncul. Mulai dari pembunuhan berantai bercirikan pukulan dengan palu, ikatan mematikan yang sama dari satu kasus ke kasus lain, sampai pada "keanehan" psikologi si pembunuh yang setelah melakukan perbuatan keji itu masih bisa menikmati musik klasik (sejujurnya saya selalu bergidik ngeri pada scene-scene ini). Bahkan ketika sang leader sedang berlibur pun, ia dihadapkan pada kasus kejahatan orang-orang yang menurut saya sangat "gila" karena menanam obat-obatan terlarang melalui operasi silikon pada banyak gadis muda. Setiap gambar dibuat detil, backsoundnya juga membuat bulu kuduk merinding. Benar-benar drama thriller mencekam.

Yah, bagaimanapun pada akhirnya saya selesai juga menontonnya. Awalnya sih memang karena ada si cantik Ko Hyun Jung, tapi setelah mengikuti ceritanya, ternyata banyak sekali hal yang dapat dipetik dari drama ini. Terutama adalah tentang bagaimana bekerja dalam sebuah tim. Bahwa di tengah zaman yang semakin berkembang orang semakin sulit menemukan teman sejati yang mampu untuk saling memahami. Maka ketika bertemu rekan di tempat kerja, mereka pun dapat menjadi sedekat keluarga, lewat rasa senasib yang mempersatukan mereka lewat profesi. Saya juga belajar, bahwa ketika seseorang telah dan diakui menjadi pemimpin, jangan sekali-kali mencoba mengkhianati kepercayaan mereka yang dipimpin. Tetaplah berpegang teguh pada kebenaran, ajaklah anak buah untuk selalu bersikap profesional, memegang prinsip dan kokoh berdiri di tengah badai apa pun.

Masih banyak lagi hal lain yang saya temukan, tapi saya rasa saya sudah cukup berbagi. Jadi kalau ingin tahu lebih lanjut, tonton saja sendiri ya. Hanya 20 episode kok, dan dijamin seru, utamanya buat yang suka cerita detektif semacam ini.

Sedikit banyak sudah tahu tentang polisi Korea, lalu bagaimanakah dengan Polisi Republik Indonesia? Apa kabarnya ya???

Monday 19 July 2010

Bukan Saatnya Lagi Untuk Menyesal

Ini pertama kalinya saya menulis curahan hati di blog. Sejak awal dan selama ini saya hanya berniat untuk berbagi tentang hal yang saya suka, hal yang menarik buat saya, momen yang berharga dari segala macam aktivitas yang pernah saya lewati, dan segala sesuatu yang mungkin bisa memberi manfaat bagi banyak orang. Ya, ini baru kali pertama.

Semuanya berawal di beberapa hari terakhir ini. Banyak hal yang terjadi, dan itu semua membuat saya benar-benar berpikir. Sebuah judul yang ingin saya ajukan sebagai tugas akhir selaku mahasiswi S1, tiba-tiba tidak mendapatkan respon seperti yang saya harapkan. Tema yang cukup unik, belum pernah saya temukan di skripsi mana pun, dan sungguh seirama dengan suara hati. Bahkan karena terlalu uniknya, hingga belum ada seorang pun yang sangat ahli untuk bisa membimbing saya.

Disinilah saya mulai terbentur oleh keadaan. Apakah akan meneruskan sebuah ambisi sejak lama yang hampir menjadi obsesi, ataukah mundur demi sebuah kompetensi yang konsisten.

Salah seorang dosen yang baru di semester 6 saya bertemu mengatakan beberapa hal pada saya. Mahasiswa Ilmu Politik di negeri kita jumlahnya sangat sedikit. Sangat disayangkan karena politik di Indonesia sedang menunggu untuk dibangun. Namun, dari jumlah yang sedikit, secara kompetensi tidak 100 persen juga dapat diandalkan mumpuni di bidangnya. Jadi harus ada yang diubah, entah itu sistem pengajaran ataukah pengajarnya. Tapi dari sudut mahasiswa juga tidak boleh diabaikan begitu saja.

Ilmu Politik dengan jenjang sarjana bukanlah jenis pendidikan praktis yang jika lulus hanya untuk mencari kerja. Ilmu Politik adalah pendidikan profesi yang tidak bisa berhenti hanya sampai pada sebuah gelar sarjana. Ilmu Politik butuh jangkauan yang lebih tinggi. Jika memang sukses menjadi seorang sarjana di Ilmu Politik, maka lanjutkanlah menjadi master dan doktor di Ilmu Politik. Ini yang disebut konsisten.

Dulu, ketika saya masih SMA dan sedang berada di gerbang menuju pilihan beragam program di perguruan tinggi, saya sering merenung. Apa yang sebenarnya saya inginkan? Apa yang menjadi cita-cita terdalam saya? Hal apa di dunia ini yang ingin saya raih, ingin saya capai, ingin saya genggam erat di tangan saya? What is my true desire?

Saat itu jawaban saya, SAYA INGIN MELIHAT DUNIA. Saya ingin meresap harum tanah negeri orang. Saya ingin menjejakkan kaki di bagian lain bola dunia ini. Saya ingin merasuk ke dalam segala macam perbedaan. Saya ingin bersatu dalam usaha menuju perdamaian sejati. Saya ingin mengenal seluruh wajah dari negeri asing. Saya ingin menggenggam dunia. Itu mimpi saya.

Maka kemudian, saya katakan tidak pada bapak ketika beliau ingin memasukkan saya ke IPDN. Maka saya katakan tidak ketika seorang kenalan bapak menganjurkan saya masuk akuntansi. Maka saya katakan tidak ketika banyak tetangga mengusulkan saya jadi guru seperti bapak. Maka saya katakan tidak ketika banyak keluarga bapak ingin saya jadi KOWAD, KOWAL, atau WARA.

Bila mengingat dulu, sering saya berargumen keras dengan bapak. Bahkan di suatu waktu kami sampai pada satu titik emosi tertinggi. Pertentangan demi pertentangan, argumen demi argumen, emosi dan kepedihan, semuanya terjadi saat itu. Hingga kemudian, sampailah saya disini. ILMU POLITIK UNIVERSITAS NASIONAL.

Accident??? Ya, harus saya akui, saya disini saat ini adalah hal yang tidak pernah saya duga. Dulu saya sama sekali buta soal politik. Tidak pernah juga terlintas niat untuk menjadi politisi. Tidak ada seorang pun di keluarga saya yang melintas di arena politik. Tidak ada pula dukungan yang sangat besar bagi saya untuk memulai sebuah pendidikan formal dan karir di politik.

Tapi, disinilah saya sekarang.

Sejarah memang tidak akan pernah dapat diulang. Masa lalu memang tidak dapat dihapus dan diganti dengan apa yang kita inginkan. Kumpulan jejak waktu silam memang tidak bisa diubah agar mengikuti kemauan kita. Tapi, bukan saatnya lagi untuk menyesal.

Pada akhirnya semua terfokus pada saat ini. Saya kemudian ingat tulisan salah seorang rekan yang mengatakan, ukirlah masa depan yang lebih baik dengan melakukan perubahan pada saat ini. Dan itu yang akan saya lakukan. Bagi masa lalu, mungkin lebih baik bila saya sedikit berdamai, anggap saja sebagai sebuah kompromi.

Maka kemudian yang tersisa adalah, sejauh mana saya berusaha di masa sekarang. Jika memang keputusan yang saya ambil tahun 2007 lalu adalah sebuah accident, maka kini tak ada hal lain selain lebih membuka hati, melakukan segalanya dengan penuh kesungguhan, keyakinan dan keteguhan. Bumi berputar tidak akan pernah menunggu kita, meski kita terlanjur mengambil pilihan yang keliru.

Akan selalu ada jalan dalam setiap kesempatan. Apakah itu dalam sekejap, berliku-liku, harus memutar jauh, lebar, melewati terowongan, atau hanya jalan setapak penuh batu. Dalam kasus saya, cukuplah berambisi namun jangan terobsesi, tetaplah berusaha konsisten dalam hal kompetensi. Jika dengan pilihan ini begitu jauh jarak untuk menggenggam dunia, bukankah menjadi akademisi juga cukup luar biasa?

Friday 16 July 2010

Menelusuri Korea di Era 70-an Lewat Drama Baru SBS, Giant

Dari negara agraris miskin di dunia, Korea Selatan kini telah mentransformasi diri menjadi sebuah negara industri dengan perkembangan yang cukup pesat. Begitu banyak prestasi yang telah diraih baik dalam bidang ekonomi maupun inovasi teknologi. Dalam sebuah buku terbitan Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata sub-pelayanan khusus penyedia informasi tentang Negeri Ginseng ini dikatakan pertumbuhan ekonomi rata-rata setiap tahunnya mencapai 8,6 persen.

Kesuksesan ekonomi Korea Selatan juga nampak pada saat menguatnya krisis ekonomi tahun 1997. Korea Selatan mampu pulih secara cepat dari badai ekonomi yang melanda hampir seluruh pelosok dunia tersebut. Begitu banyaknya prestasi ekonomi yang diraih oleh Korea Selatan membuat negeri ini kemudian dijuluki "Keajaiban di Sungai Hangang". Julukan ini digunakan untuk melukiskan pertumbuhan ekonomi yang cepat yang terjadi di Korea Selatan sesudah Perang Korea (1950-1953).


Keberhasilan Korea Selatan ini konon tak lepas dari upaya modernisasi yang dicetuskan oleh Park Chung Hee, presiden pada tahun 1963-1979. Park melangsungkan modernisasi dan industrialisasi perekonomian bangsa dengan menggunakan sistem Yushin. Walaupun sistem ini kemudian menimbulkan ketidakstabilan politik, namun ekonomi berkembang maju dan mampu mengakhiri masa kelaparan warisan pemerintahan sebelumnya. Angka ekspor bertambah dan lapangan kerja terbuka lebar akibat dari kebutuhan industri, sehingga mampu mendorong meningkatnya daya beli masyarakat.

Ya, semua berawal di era 60 dan 70-an. Ketika dengan adanya sistem bentukan Park ini kompetisi warga Korea Selatan dalam hal ekonomi makin tumbuh. Ketika setiap orang berlomba untuk membangun mimpi dan tujuan hidupnya masing-masing. Ketika tumbuhnya perekonomian membuat orang berupaya turut serta dalam pembangunan demi "membeli" masa depan yang cerah dan terjamin.

Akan kita temukan secuil kisah tentang sebuah keluarga yang mencoba bertahan hidup di era pembangunan bentukan Park Chung Hee dalam Giant, sebuah drama baru besutan sutradara Yoo In Sik (yang juga menyutradarai Surgeon Bong Dal Hee). Drama ini ditayangkan di stasiun SBS sejak 10 Mei 2010 dan masih diputar hingga saat ini.

Bercerita tentang sebuah keluarga yang tercerai-berai dalam upaya mereka bertahan di tengah modernisasi yang berlangsung di Korea Selatan sekitar tahun 70-an, drama ini dibintangi oleh Lee Beom Soo, Park Jin Hee dan Joo Sang Wook.

Alkisah Lee Kang Moo (Lee Beom Soo) adalah seorang pebisnis luar biasa yang meraih Golden Bussiness Award. Pada waktu ia masih kecil ia terpisah dengan kakaknya, Lee Sung Moo dan adiknya, Lee Mi Joo. Ayahnya dibunuh oleh Jo Phil Yeon, seorang petinggi di dinas militer lantaran menjadi saksi penggelapan emas batangan. Jo terus mengejar keluarga Lee hingga keluarga ini selalu berusaha melarikan diri. Dalam pelarian ini sang ibu pun menemui ajalnya.

Ketika ketiga bersaudara ini kemudian bertemu setelah dewasa, mereka kemudian berencana untuk membalas kematian kedua orang tua mereka. Sung Moo, si sulung, telah menjadi seorang agen rahasia yang berada di bawah komando Jo Phil Yeon. Mi Joo, telah menjadi seorang artis yang juga memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup tinggi di dalam pemerintahan. Ketika mereka kemudian bersatu, maka pembalasan mereka pun dimulai.

Namun, bukan drama Korea kalau tidak ada bumbu romantisme. Kisah romansa segi empat yang selalu menghiasi setiap drama Korea juga hadir disini. Ini melibatkan Kang Moo, Hwang Jung Yeon, Jo Min Woo dan Mi Joo. Seperti apa kisahnya? Nanti akan saya ceritakan kalau saya sudah selesai menonton drama ini.

Drama ini dijadwalkan akan tayang selama 50 episode. Dari episode pertama yang dapat saya simpulkan, drama ini cukup membuat kening berkerut dan jantung nggak karuan, karena selain agak serius drama ini juga penuh lika-liku yang kadang sulit ditebak. Yang saya sedikit kecewa adalah menurut sang sutradara drama ini pure human drama dengan fokus tema pada sebuah keluarga. Situasi politik dan ekonomi yang berlangsung saat itu tidak lain hanyalah sebuah seting belaka. Padahal menurut saya, tidak apa-apa kok kalau dimasukkan unsur-unsur yang sedikit lebih menonjolkan fakta politik dan ekonomi saat itu. Tapi ya sudahlah, bagaimanapun juga dari kesan pertama saya, drama ini layak ditonton. Mungkin juga di episode berikutnya saya akan banyak mendapatkan pelajaran tentang trik-trik tertentu dalam dunia bisnis, atau juga makin memperkaya wawasan saya tentang budaya dan masyarakat Korea. Semoga.

Monday 12 July 2010

Di Balik Sebuah "oyong"

Ada begitu banyak referensi nama bagi anak perempuan Indonesia, namun Oyong menjadi pilihan kedua orang tua saya. Oyong Dwi Cahyani. Kalau disebutkan lengkap seperti ini saya pikir sudah jelas bahwa saya perempuan. Tapi beberapa hari terakhir ini, sering sekali orang salah memanggil saya. Ada yang mas, ada yang pak. Memang sih kalau hanya Oyong, banyak juga yang memiliki nama ini, tapi kebanyakan laki-laki. Selain itu, setiap pertama kali berkenalan dengan orang baru, mereka kebanyakan langsung merespon, "Kok seperti nama sayur ya?". Karena keseringan orang memanggil saya kontra-jender dan respon "oyong sayur" itu, saya jadi kepikiran sendiri dengan nama saya. Ada apa sih dibalik sebuah kata "oyong"? Berikut ini adalah hasil penelusuran saya.

Oyong selama ini dikenal sebagai nama salah satu jenis sayuran yang cukup banyak dikonsumsi di Indonesia. Biasanya oyong dimasak dengan cara dibuat sop, dicampur bihun, dan dikuahi banyak-banyak biar nikmat dan segar. Bagi saya pribadi, kalau menyantap sop oyong, harus ditemani dengan sambal uleg cabe merah yang pedas. Pasti enak sekali. (srutup..srutup)

Dari republika.co.id, saya menemukan bahwa oyong, yang juga dikenal dengan gambas, bernama latin Luffa cylindrica. Bentuknya panjang, kulitnya hijau kasar, sedangkan daging buahnya putih halus dan lembut. Rasanya memang agak tawar, tapi justru itu cocok dipasangkan dengan beragam bahan makanan lain. Ada yang sering dengan jamur, tahu, bakso, bayam, atau cukup dengan bihun.

Di beberapa sumber lain ada juga yang mengatakan oyong atau gambas ini memiliki nama latin yaitu Luffa acutangula, termasuk ke dalam suku labu-labuan. Hampir sama dengan komoditas sayuran lainnya, oyong akan tumbuh subur jika dikembangkan di daerah pegunungan. Sayang, di negeri kita tercinta ini pembudidayaan oyong masih belum dilakukan secara baik. Oyong masih sekedar ditanam di pekarangan atau di bagian ladang yang tidak digunakan untuk tanaman lain. Mmm, bisa jadi ide nih buat bisnis di hari depan. Sudah Oyong makan oyong, boleh lah ditambah Oyong membudidayakan oyong.

Selain dimanfaatkan sebagai sayur dan santapan lezat, ternyata oyong juga memiliki beberapa khasiat dalam bidang pengobatan. Yang paling dikenal banyak orang adalah sebagai anti-diabetes. Ini dikarenakan oyong memiliki kandungan Cucurbitasin yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah. Selain itu oyong juga dapat digunakan untuk mengobati radang usus, asma, cacingan, radang kelenjar telinga, dan melancarkan peredaran darah. Dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan volume air susu ibu (khasiat oyong ini diambil masih dari republika.co.id). Bagi para wanita yang sangat memperhatikan kecantikan dan kesegaran tubuh, oyong juga bisa digunakan untuk melicinkan dan mencegah timbulnya kerutan pada kulit.


Daun tanaman oyong dapat dipakai sebagai obat disentri, melancarkan air seni, melancarkan haid pada wanita, dan sebagai obat muntah. Di India, oyong sering digunakan sebagai penawar racun ular. Sayang sekali dari deskripsi yang banyak tentang khasiat oyong yang saya temukan ini tidak disertai dengan cara atau metode pengobatannya. Maaf ya, mungkin suatu saat setelah saya mencari tahu pada ahlinya akan saya tulis lagi.

Well, ternyata begitu ya. Oyong sungguh luar biasa ya khasiatnya. Jadi makin merasa yakin untuk mengembangkan budidaya oyong. Yah, sebelum mulai budidayanya, santap dulu saja lah sopnya. Enak, segar, penuh berkhasiat lagi.

Semoga nama "Oyong" yang melekat di diri saya juga bisa membawa manfaat layaknya oyong yang dapat menyumbangkan berbagai macam khasiatnya untuk hajat hidup manusia. Amin.

Sunday 11 July 2010

A Man Called God; 007 ala Negeri Ginseng


Menghabiskan waktu yang tidak sebentar bagi saya untuk menyelesaikan drama ini. Total 24 episode dengan durasi rata-rata 60 menit per-episodenya, drama ini menguras waktu saya sekitar lebih dari 2 pekan. Di negeri asalnya sendiri drama ini diputar oleh stasiun ternama MBC sejak 6 Maret dan berakhir di 23 Mei 2010 yang lalu.

Pada awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan drama ini. Dalam poster pertamanya yang saya lihat, saya benar-benar tidak mengenali Song Il Gook. Maklum, saya hanya tahu dari performance-nya di Jumong. Disini dia tampil beda, terutama gaya rambutnya-yang sebenarnya saya tidak terlalu suka. Bahkan baru di episode 1 saya hampir menyerah untuk tidak melanjutkan, lantaran saya pikir ini cerita fantasi penuh dongeng. Mungkin ini efek karena setnya yang bergunung-gunung, jadi saya pikir bakal seperti semacam fairy-tale.

But...semua berubah. Saya mulai "on" kalau ini cerita seputar dunia spionase beberapa menit kemudian setelah opening. Dan itu saya tangkap dari aksesoris dan wah-nya teknologi yang dipamerkan.

A Man Called God, atau yang juga dikenal dengan The Man Almighty, merupakan adaptasi dari komik karya Park Gong Sung berjudul Manhwa, bercerita tentang seorang agen bernama Michael King (Song Il Gook) yang memiliki talenta dan reputasi luar biasa di arena internasional. Dia asli Korea, tapi karena yatim piatu sejak usia 7 tahun, dia diadopsi oleh sebuah keluarga di Amerika (sedikit mirip dengan kisah dalam My Fathernya Daniel Henney). Di usia
nya yang masih kecil saat itu, Michael dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan ayahnya dibunuh oleh sekelompok orang. Tidak hanya itu, rumahnya juga dibakar sehingga menyebabkan ibunya juga meninggal. Setelah sukses dengan karir internasionalnya, Michael kembali ke Korea dengan status sebagai seorang bos sebuah kelompok spy. Disinilah kemudian ia bersumpah untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian ayahnya.

Disutradarai oleh Lee Hyeong Seon yang juga pernah menjadi produser All About Eve(2000), drama ini mampu meraih rating viewer hingga 16%, which is tidak terlalu buruk. Oleh
beberapa pihak drama ini dikatakan sebagai momen kembalinya Song Il Gook setelah 2 tahun vakum dari pemberitaan media.

Song Il Gook as Choi Kang Ta aka Michael King
Secara keseluruhan Song Il Gook tampil oke di drama ini, yah walaupun beberapa netizen mengatakan tatanan rambutnya terlalu old. Tapi menurut sang sutradara hal ini memang dilakukan untuk menjaga keaslian dari komiknya. Lagipula itu tetap tidak mengganggu image-nya sebagai agen, menurut saya lho. Hampir semua orang mengatakan semua itu tertutup oleh postur tubuhnya yang well-built body banget.

Han Chae Young as Jin Bo Bae
Disini ia berperan sebagai seorang reporter yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Sebagai reporter khusus investigasi ia tidak pernah menyerah dan berhenti sampai ia mendapatkan kebenaran hingga akhir. Jin Bo Bae, menjadi peran utama Han Chae Young yang pertama setelah 4 tahun absen sebagai leading role, menyusul suksesnya Sassy Girl Chunhyang.

Kim Min Jong as Hwang Woo Hyeon
Aktor yang juga pernah bermain di Secret(2001) dan Iljimae Returns(2008) ini berperan sebagai pewaris kerajaan bisnis Hwanglim Group sekaligus salah satu otak di balik Korean Central Intelligence Agency. Melanjutkan kuliah ke Amerika, sebenarnya Woo Hyeon adalah orang yang cerdas dan memiliki kompetensi yang luar biasa. Namun, ketika ia sudah emosi perilakunya bisa di luar dugaan. Misalnya saja dalam salah satu episode, ketika ada orang tidak sengaja menumpahkan minum ke bajunya, Woo Hyeon lalu menganiaya orang itu di kamar mandi. Begitu pula nanti, ketika Jin Bo Bae yang dicintainya dekat dengan Kang Ta, ia dibutakan oleh segalanya. Poor Woo Hyeon!!

Han Go Eun as Vivian Castle
Netizens mengatakan ia adalah Angelina Jolie-nya Korea. Memang di salah satu scene, ada momen ketika Go Eun mengingatkan saya pada deretan Bond Girls. Postur tubuh yang oke, kostum ketat dan kacamata hitam, serta action-nya yang loncat kesana kemari dengan begitu lincah. Mm..mungkin bisa dipertimbangkan tuh untuk jadi the next Bond Girl, hehehe. Disini perannya adalah sebagai member dari tim pimpinan Kang Ta. Namun, karena cemburu melihat hubungan Kang Ta-Bo Bae, ia kemudian berkhianat, bahkan membahayakan nyawa Kang Ta.

Yoo In Yeong as Jang Mi
Adalah anak kedua dari Jangyong, salah satu orang di balik kematian ayah Kang Ta. Ia didekati oleh Kang Ta hanya untuk dimanfaatkan agar Kang Ta memiliki akses ke Jangyong. Pertama kali ketemu Kang Ta ia sudah klepek-klepek. Yang saya nggak tahan waktu lihat dia adalah rambutnya itu lho, haduuuuh..

Dalam konferensi pers yang digelar di Lotte Hotel Seoul 25 Februari 2010, sutradara Hyeong Seon mengatakan ia ingin membuat A Man Called God ini menjadi sebuah drama aksi yang menonjolkan God character sebagai sebuah bentuk keyakinan bahwa kemenangan atas kejahatan itu bisa diraih, meskipun dengan melewati berbagai macam rintangan dan penuh pengorbanan. Makanya judulnya A Man Called God.

Untuk yang menyukai drama jenis ini, rasanya harus ekstra sabar kalau mau menunggu diputar di Indonesia, jadi lebih baik hunting dvd-nya saja di store kesayangan Anda. Lumayan bisa melihat akting Han Chae Young sebelum dia memulai debut di Hollywood.