Wednesday 27 October 2010

Untuk Sang Juru Kunci yang Telah Pergi

"Pokoke roso!!!"
Itulah yang sering kita dengar terlantun dari bibir Sang Juru Kunci gunung elok nan menghanyutkan, di layar televisi. Seseorang yang telah sepuh, yang menjadi abdi kepercayaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk "menjaga" Merapi. Dialah mbah Maridjan, yang pagi ini muncul kembali di layar televisi, sebagai salah satu korban yang dipanggil Tuhan lantaran sekitar pada pukul 17.30 Selasa 26 Oktober lalu Merapi memuntahkan isi perutnya.

Terkisah,
Mas Penewu Suraksohargo, yang kemudian lebih kita kenal sebagai mbah Maridjan, lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta pada tahun1927. Mbah Maridjan memiliki seorang istri bernama Ponirah, dan dikaruniai 10 orang anak (5 diantaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.


Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1970, dan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci berpangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi sang ayah yang saat itu menjabat sebagai juru kunci Merapi. Pada saat menjadi wakil juru kunci, mbah Maridjan sering mewakili ayahnya memimpin ritual labuhan di puncak Merapi. Lalu pada tahun 1982, ketika sang ayah wafat, mbah Maridjan pun melanjutkan tugas sang ayah menjadi juru kunci.

Sebenarnya, tidak ada hubungan khusus antara saya dengan mbah Maridjan. Namun, hanya dengan melihat sosoknya yang telah renta, entah mengapa seperti ada getaran tertentu yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Saya pikir, mungkin karena sosok mbah Maridjan mengingatkan saya pada alm. kakek saya. Dalam keseharian mereka sama-sama mengenakan baju batik, berpeci hitam, dan sama-sama sudah sepuh. Terlebih lagi, kakek saya dulu tinggal di Magelang, tidak jauh dari Merapi, dan pernah mengalami langsung letusan Merapi sekitar tahun 1930-an.

Merapi memang sudah terkenal di dunia sebagai salah satu gunung yang aktif. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar setiap 10-15 tahun. Merapi sempat membuat geger seluruh negeri di tahun 2006 dengan adanya gempa susul-menyusul dan gejala deformasi, hingga kemudian benar-benar meletus pada 15 Mei 2006. Hujan abu vulkanik dan awan panas (tenar dengan sebutan
wedhus gembel) kemudian melanda Magelang, Sleman, dan sekitarnya.

Kini, di tahun 2010 Merapi kembali "batuk", dimulai dari naiknya status dari Normal menjadi Waspada pada akhir September lalu. Tanggal 21 Oktober status kembali dinaikkan menjadi Siaga. Puncaknya, pada 25 Oktober Merapi dinyatakan Awas. Sejak hari itu warga mulai panik, segala macam persiapan dilakukan demi mengantisipasi keadaan yang lebih buruk.

Hanya selang sehari, Merapi benar-benar memuntahkan muatannya. Selasa 26 Oktober 2010, dimulai pukul 17.02 Merapi mulai mengeluarkan awan panas setinggi 1.5 meter, mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Erupsi terjadi kembali sekitar pukul 17.23, ditandai dengan bunyi dentuman keras dan membubungnya asap hitam tebal dan awan panas setinggi 1.5 kilometer. Hujan abu pun turun hingga melebihi batas aman bencana, bahkan masyarakat yang berada lebih dari 20 kilometer pun mengalaminya.

Semalaman saya ikut panik lantaran rumah Pakdhe saya pun berada di Magelang, dan belum ada satupun keluarga yang mengetahui keadaannya. Dari jejaring
twitter saya berupaya untuk terus mengetahui perkembangan yang terjadi, termasuk tentang keberadaan mbah Maridjan yang hingga saya berangkat tidur masih simpang siur. Esoknya, saya bersyukur karena Pakdhe dan seluruh keluarga, juga teman-teman saya yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya baik-baik saja. Namun, justru yang tak disangka, mbah Maridjan menjadi salah satu korban yang tewas akibat awan panas Merapi.

Ya, sang juru kunci telah meninggalkan dunia fana ini menghadap Tuhannya. Ditemukan oleh tim SAR dalam keadaan sedang bersujud, sungguh makin membuat saya tergetar. Memang tidak ada ikatan dan kedekatan tertentu, namun baiklah dalam hubungan sebagai sesama makhluk Yang Mahakuasa, saya ingin mengantarkan mbah Maridjan.

Selamat jalan, mbah Maridjan.

Semoga seluruh amalanmu diterima oleh Yang Maha Agung, dan loyalitas serta integritasmu dalam memberikan pengabdian memberikan arti, meninggalkan bekas dalam kehidupan kami. Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan perlindungan dan rahmat kepadamu. Amin.

No comments:

Post a Comment